Komet mengalami proses semacam pemanasan dan reaksi kimia dalam zat cair yang mengubah mineral mereka terwarisi dari waktu ketika tata surya masih berupa piringan protoplanet.
Untuk pertama kalinya, para ilmuwan menemukan bukti yang meyakinkan keberadaan zat cair pada komet, menghancurkan paradigma saat ini bahwa komet tidak pernah cukup hangat untuk mencairkan es yang membentuk sebagian besar materinya.
“Pemikiran saat ini menunjukkan bahwa tidak mungkin membentuk zat cair di dalam komet,” kata Dante Lauretta, seorang profesor kimiawi kosmos dan pembentukan planet di Lunar and Planetary Laboratory UA. Lauretta merupakan peneliti utama tim UA yang terlibat dalam analisis sampel yang dibawa oleh misi Stardust NASA.
Mahasiswa pascasarjana UA, Hawa Berger, yang memimpin penelitian, beserta para kolega dari Johnson Space Center dan Naval Research Laboratory membuat penemuan dengan menganalisis butiran debu yang dibawa kembali ke Bumi dari komet Wild-2 sebagai bagian dari misi Stardust. Diluncurkan pada 1999, pesawat antariksa Stardust meraup partikel kecil yang dilepaskan dari permukaan komet pada tahun 2004 dan membawa mereka kembali ke Bumi dalam kapsul yang mendarat di Utah dua tahun kemudian.
“Dalam sampel ini, kami menemukan mineral dalam bentuk zat cair,” kata Berger. “Pada beberapa titik dalam sejarahnya, komet mungkin memiliki kantong penyimpan air.”
Penemuan ini akan dipublikasikan dalam jurnal Geochimica et Cosmochimica Acta edisi online mendatang.
Komet seringkali disebut sebagai bola salju kotor karena terdiri dari sebagian besar es air, dibumbui dengan puing berbatu dan gas beku. Tidak seperti asteroid, potongan ekstraterestrialnya terdiri dari bebatuan dan mineral, komet membentuk ekor – jet gas dan uap di mana arus partikel berenergi tinggi yang berasal dari matahari memental dari tubuh beku mereka.
“Ketika es mencair pada Wild-2, air hangat yang dihasilkan melarutkan mineral yang hadir pada waktunya dan mengendapkan mineral-mineral sulfida besi dan tembaga yang kami amati dalam studi kami,” kata Lauretta. “Mineral-mineral sulfida terbentuk antara 50 hingga 200 derajat Celcius (122 hingga 392 derajat Fahrenheit), jauh lebih hangat daripada temperatur sub-nol yang diperkirakan untuk interior sebuah komet.”
Ditemukan pada tahun 1978 oleh astronom Swiss, Paul Wild, Wild-2 (diucapkan “Vilt”) telah melakukan perjalanan mencapai tata surya bagian luar dalam sebagian besar 4,5 miliar tahun sejarahnya, hingga bidang gravitasi Jupiter mengirimkan komet selebar 3,4 mil ini ke orbit baru yang sangat elips, membawanya lebih dekat ke matahari dan planet-planet bagian dalam.
Para ilmuwan meyakini, seperti komet lainnya, Wild-2 berasal di sabuk Kuiper, suatu wilayah yang membentang dari luar orbit Neptunus ke ruang angkasa, berisi reruntuhan es sisa dari pembentukan tata surya. Wild-2 diperkirakan telah menghabiskan sebagian besar waktunya di sabuk Kuiper, singgah di orbit tidak stabil di dalam sistem planet sebelum gravitasi Jupiter melemparnya ke dalam lingkungan matahari.
Penemuan mineral sulfida bertemperatur rendah adalah penting bagi pemahaman kita tentang bagaimana komet terbentuk – yang pada gilirannya memberitahu kita tentang asal usul tata surya.
Selain menyediakan bukti zat cair, penemuan bahan-bahannya menempatkan batas atas temperatur Wild-2 sepanjang asal dan sejarahnya.
“Mineral yang kami temukan – yaitu cubanite – sangat jarang ada dalam koleksi sampel dari ruang angkasa,” kata Berger. “Ini hadir dalam dua bentuk – yang kami temukan hanya ada di bawah 210 derajat Celcius (99 derajat Fahrenheit). Menarik karena butiran ini memberitahu kita temperatur yang belum terlihat lebih tinggi dari itu.”
Cubanite merupakan sulfida besi tembaga, yang juga ditemukan dalam deposit bijih di bumi yang terkena pemanasan air tanah dan jenis meteorit tertentu.
“Di manapun cubanite tersebut terbentuk, ia tetap dingin,” tambahnya. “Jika mineral terbentuk pada komet, ia memiliki implikasi untuk sumber panas bagi komet pada umumnya.”
Menurut Berger, dua cara untuk menghasilkan sumber panas pada komet adalah tabrakan-tabrakan kecil dengan objek lain dan peluruhan radioaktif elemen-elemen yang terdapat dalam campuran komet.
Panas yang terpicu pada situs tabrakan kecil mungkin akan menghasilkan kantong-kantong air di mana sulfida dapat terbentuk dengan sangat cepat, dalam waktu sekitar satu tahun (sebagaimana berlawanan dengan jutaan tahun). Hal ini bisa terjadi pada setiap titik dalam sejarah komet. Peluruhan radioaktif di sisi lain, akan menunjuk ke sebuah formasi yang sangat awal dari mineral sejak saat nuklida radioaktif akan meluruh dari waktu ke waktu dan menyebabkan sumber panas berkedip keluar.
Kehadiran cubanite dan mineral sulfida lainnya membantu para ilmuwan lebih memahami sumber panas komet. Interior komet pasti cukup hangat untuk melelehkan es yang masih cukup dingin – di bawah 210 derajat Celsius – untuk membentuk cubanite.
“Merinci kendala-kendala termal akan memungkinkan untuk analisis secara rinci peran temperatur selama sejarah komet Wild-2,” kata Lauretta.
Masing-masing sampel yang dianalisis tim Berger terdiri dari setitik debu mikroskopis komet kira-kira seukuran sel bakteri. Kelompok ini kemudian mempelajari komposisi kimia dengan mikroskop elektron dan analisis sinar-X, di mana unsur-unsur kimianya mengungkapkan kehadiran mereka dengan memberikan karakteristik dari sepotong laser. Mengubah sampel dalam orientasi yang berbeda memberi petunjuk bagi ilmuwan tentang struktur kristal tersebut.
Menurut Lauretta, temuan ini menunjukkan bahwa komet mengalami proses semacam pemanasan dan reaksi kimia dalam zat cair yang mengubah mineral mereka terwarisi dari waktu ketika tata surya masih berupa piringan protoplanet, berputar mencampur gas panas dan debu, sebelum cukup dingin bagi planet terbentuk.
Hasil ini menunjukkan hubungan yang semakin jelas antara komet dan asteroid.
“Apa yang kami temukan membuat kami melihat komet dengan cara yang berbeda,” kata Lauretta. “Kami rasa mereka harus dipandang sebagai entitas individu dengan sejarah geologi mereka yang unik.”
“Studi ini menunjukkan nilai tinggi ilmu pengetahuan dari misi pengembalian sampel,” kata Lauretta. “Butiran-butiran ini tidak akan terdeteksi oleh penginderaan jarak jauh atau dengan pesawat ulang-alik yang melewati komet untuk membuat pengamatan tanpa mengumpulkan sampel.”
Lauretta meyakini begitu kuat dalam nilai misi pengembalian sampel ini di mana ia telah menghabiskan tujuh tahun terakhir mengembangkan OSIRIS-REx Asteroid Sample Return, yang saat ini menjadi finalis dalam kompetisi misi NASA New Frontiers. Seleksi ini diharapkan diadakan pada awal Juni.
Sumber artikel: Frozen Comet Had a Watery Past, UA Scientists Find (Daniel Stolte – uanews.org)
Kredit: University of Arizona
Informasi lebih lanjut: Eve L. Berger, Thomas J. Zega, Lindsay P. Keller, Dante S. Lauretta. Evidence for aqueous activity on comet 81P/Wild 2 from sulfide mineral assemblages in Stardust samples and CI chondrites. Geochimica et Cosmochimica Acta, 2011; DOI: 10.1016/j.gca.2011.03.026
www.faktailmiah.com
No comments:
Post a Comment